Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) mencatat sepanjang tahun 2022 kasus pertambangan tanpa izin pada sektor mineral dan batubara mendominasi perkara yang paling banyak masuk dan diputus oleh pengadilan. 

Berdasarkan hasil kajian PUSHEP terkait dengan pemetaan terhadap kasus hukum sektor energi dan pertambangan menyatakan bahwa kondisi kegiatan ilegal mining di Indonesia sudah dalam situasi yang mengkhawatirkan.

“Kompleksitas ilegal mining ini terjadi karena ada dugaan keterlibatan permainan antara elit pemerintah pusat dan pemerintah di daerah,” ujar peneliti PUSHEP, M Wirdan Syaifullah seperti dikutip Hukumonline.com, Selasa (22/8/2023). 

Laporan yang dipublikasikan PUSHEP pada Januari 2023 lalu ini menyatakan bahwa kegiatan pertambangan ilegal cenderung dilindungi oleh oknum aparat, dari pangkat yang kecil hingga pangkatnya berbintang. Bahkan, pertambangan tanpa izin seakan dibiarkan tanpa adanya penindakan tegas. 

“Parahnya lagi, hukuman atau sanksi yang diberikan terhadap pelaku sangat lemah dan tidak memberikan efek jera” kata Wirdan. 

Wirdan menambahkan pertambangan ilegal terjadi di wilayah yang memiliki potensi pertambangan mineral yang besar. Bahkan kegiatan dilakukan secara terang-terangan, para pelaku seperti tidak takut melakukan penambangan tanpa izin tersebut. 

“Negara seperti tak berdaya menghadapi mafia tambang itu. Ini sangat merugikan negara. Sumber daya alam dirusak. Penerimaan negara hilang begitu saja. Hal ini merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian serius semua pihak”, tutur Wirdan. 

Berdasarkan penelusuran pada website Mahkamah Agung (MA) terdapat 418 perkara pada sektor Pertambangan Minerba dan Migas yang ditemukan. Perkara tersebut mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung.

Jenis perkara yang ditemukan ada berbagai jenis mulai dari perkara pidana, perdata, sengketa tata usaha negara dan perselisihan hubungan industrial. Dalam penelusuran tersebut, disimpulkan kasus pidana lebih banyak dibandingkan dengan jenis perkara lainnya.  

Ironisnya sambung Wirdan, umumnya terdakwa dijatuhi hukuman yang relatif ringan dibandingkan dengan ancaman pidananya. Misalnya aktivitas penambangan tanpa izin diancam pidana penjara 5 tahun dan denda 100 milyar. Namun, dalam amar putusannya terdakwa hanya dijatuhi hukuman pidana penjara di bawah 1 tahun.

Terdapat sekitar 213 perkara pidana Minerba dengan penjatuhan hukuman pidana penjara dibawah 1 tahun dan hanya sekitar 51 perkara dengan penjatuhan hukuman pidana penjara diatas 1 tahun. 

Selain itu ditemukan juga penjatuhan hukuman paling rendah yakni dalam putusan No.6/Pid.Sus/2022/PN Amp dengan penjatuhan hukuman pidana penjara selama 1 bulan 15 hari.