Perkembangan industri energi global yang semakin pesat dan sebagai komitmen Indonesia terhadap transisi energi bersih menuntut tersedianya regulasi yang adaptif dan proaktif. Salah satu wujud implementasi terhadap hal tersebut adalah dengan diundangkan Peraturan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengusahaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Permen ESDM 4/2025). Regulasi ini bertujuan untuk mendorong kemandirian bangsa melalui pemanfaatan energi terbarukan dan sebagai acuan dalam keberlanjutan pemanfaatan bahan bakar nabati. Adanya perubahan regulasi memberikan dampak yang signifikan bagi struktur pasar energi, stabilitas harga, investasi, serta pelindungan terhadap konsumen dan lingkungan hidup secara keseluruhan.

Perubahan Struktur Pasar Energi Akibat Penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) 

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan pada 3 Januari 2025 di Kantor Kementerian ESM, Bahlil Lahadalia selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa sejak 1 Januari 2025, pemerintah telah menerapkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40% atau B40. 

Pada Pasal 1 angka 1 Permen ESDM 4/2025 memberikan definisi terkait bahan bakar nabati, yakni sebagai berikut:

“Bahan bakar nabati yang selanjutnya disingkat BBN adalah bahan bakar berwujud cair yang dihasilkan dari bahan nabati, bahan organik lain, dan/atau limbah organik.” 

Berdasarkan definisi terkait BBN, maka dapat diketahui bahwa BBN merupakan energi alternatif yang bersumber dari energi terbarukan yang mana secara konsep maupun teknis memiliki perbedaan karakteristik dengan bahan bakar fosil. Kebijakan yang tertera dalam Permen ESDM 4/2025 memberikan implikasi secara langsung terhadap pasar energi domestik yang selama ini didominasi oleh pelaku usaha di sektor energi fosil. 

Penggunaan BBN membuka kesempatan bagi sektor-sektor baru, seperti petani, koperasi, UMKM, serta perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur, pengolahan limbah, dan teknologi bioenergi. Maka dari itu, peralihan ini akan menciptakan pendistribusian kekuasaan pasar yang mana pada awalnya berpusat pada korporasi besar penghasil dan pengelola energi fosil menjadi tersebar ke berbagai sektor yang saling berkaitan.

Dampak Kebijakan BBN terhadap Pasar Energi secara Keseluruhan 

Transformasi penggunaan energi fosil menuju energi terbarukan yang didasari atas ketentuan yang tercantum dalam Permen ESDM 4/2025 memberikan dampak terhadap pasar energi secara menyeluruh, khususnya dalam aspek ekonomi, lingkungan, hukum, serta sosial. 

Pada aspek ekonomi, kebijakan penggunaan BBN membantu mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM yang selama ini turut membebani neraca perdagangan dan cadangan devisa negara. Berdasarkan data Kementerian ESDM, implementasi terhadap percampuran biodiesel sejumlah 35% ke dalam BBM (B35) yang terjadi sepanjang tahun 2024 telah berhasil menghemat devisa negara sebesar US$9,33 miliar atau sekitar Rp149,28 triliun (asumsi kurs Rp16.000 per dolar AS). 

Berdasarkan aspek lingkungan, kehadiran Permen ESDM 4/2025 memperkuat komitmen Indonesia terhadap penurunan emisi karbon. Penggunaan BBN secara luas dapat menurunkan tingkat emisi CO2 di bidang transportasi yang selama ini menjadi penyumbang terbesar terhadap polusi udara, terutama di wilayah perkotaan. Hal ini sesuai dengan target Indonesia untuk mengurangi emisi sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030.

Dalam aspek hukum, meskipun Permen ESDM 4/2025 memberikan arah terkait transisi energi terbarukan secara lebih rinci, akan tetapi kekosongan hukum di tingkat undang-undang seperti RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) menjadikan implementasinya rawan terhadap ketidakpastian, khususnya bagi investor asing dikarenakan apabila tidak ada payung hukum yang jelas, maka dapat memberikan ketidakpastian terhadap investasi, menghambat pertumbuhan ekonomi hijau, serta berpotensi memperlambat transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan. 

Terakhir, kebijakan BBN yang mendorong masyarakat menggunakan BBN menjadikan terjadinya peningkatan kebutuhan BBN. Hal ini memberikan dampak pada aspek sosial dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya yang mana pada tahun 2018 terbuka lowongan pekerjaan bagi 482.000 orang, kemudian  pada 2019 menciptakan lowongan pekerjaan bagi 801.000 orang. Selain itu, kualitas BBN yang bervariasi dan belum stabil berpotensi menimbulkan kekhawatiran terhadap kinerja mesin kendaraan yang menjadi permasalahan bagi konsumen. 

Dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyatakan bahwa konsumen berhak mengetahui atas informasi yang benar, jelas, dan jujur terkait produk atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Maka dari itu, pelaku usaha BBN perlu mengawasi mutu dan memberikan informasi secara transparan kepada konsumen agar tetap menjaga kepercayaan masyarakat.

Respons Pasar terhadap Kebijakan Baru

Peralihan penggunaan energi fosil menuju energi terbarukan, khususnya atas diundangkannya Permen ESDM 4/2025 menimbulkan berbagai respon, terutama pelaku usaha, produsen kendaraan bermotor, hingga pasar keuangan yang masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda.

  1. Pertamina sebagai salah satu pelaku utama di sektor energi di Indonesia telah menunjukkan kesiapan dengan meluncurkan Pertamax Green 95 dan telah didistribusikan secara bertahap ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di berbagai wilayah di Indonesia, serta tengah bekerja sama dengan PT. Bukit Asam Tbk untuk mengubah materi batu bara menjadi metanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sementara itu, bagi pelaku usaha kecil dan menengah pada sektor energi akan menghadapi kesulitan karena belum memiliki kapasitas finansial maupun teknologi untuk menyesuaikan diri, sehingga berpotensi tertinggal dalam kompetisi pasar.

Kemudian Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) telah siap  melakukan tes terkait produksinya jika diberlakukan B40. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pemberlakuan B35 telah berjalan secara sukses. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku industri otomotif di Indonesia telah responsif dan adaptif terhadap kebijakan energi berbasis campuran biodiesel.

Pasar modal di Indonesia terkait energi terbarukan mulai dilirik oleh masyarakat akibat adanya peralihan energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan. Adanya potensi pertumbuhan industri energi hijau yang pesat membuat investor mulai mengalihkan portofolionya ke saham-saham perusahaan yang berorientasi pada environmental, social, and governance (ESG). Meskipun demikian, peningkatan tersebut perlu didorong lebih ekstra karena masih sangat terbatas, bahkan under-investment.

Strategi pemerintah dengan mengundangkan Permen ESDM 4/2025 merupakan langkah progresif dalam mendukung transformasi energi nasional menuju sumber energi bersih dan berkelanjutan. Pembaharuan regulasi ini tidak hanya menciptakan struktur pasar baru yang lebih inklusif terhadap energi terbarukan, namun juga mengarahkan industri energi dan pertanian untuk berkolaborasi dalam ekosistem energi secara berkelanjutan. Meskipun demikian, keberhasilan atas implementasi dari kebijakan ini sangat bergantung pada integrasi regulasi lintas sektor, jaminan perlindungan konsumen, serta kejelasan hukum dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Permen ESDM 4/2025 diharapkan menjadi jembatan bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap transisi energi nasional menuju energi bersih, khususnya pada sektor lingkungan, ekonomi, dan hukum agar menciptakan pasar domestik yang adil, tangguh, dan berkelanjutan.***

Daftar Hukum:

Referensi: