Oleh Hanna Kathia Septianti, S.H.

Saat ini, aktivitas bisnis dan perdagangan internasional semakin meningkat. Hal ini juga dilihat sebagai faktor utama terhadap pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Namun, perkembangan bisnis dan perdagangan internasional diikuti pula dengan perkembangan sengketa-sengketa yang timbul di antara para pihak. Salah satu metode alternatif penyelesaian sengketa yang sering dipilih para pelaku bisnis dalam bidang komersial atau perdagangan adalah arbitrase.

Arbitrase adalah rujukan suatu sengketa ke suatu orang ketiga yang imparsial yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa yang telah setuju sebelumnya untuk tunduk dengan putusan arbiter yang dikeluarkan setelah persidangan. Arbitrase mempunyai karakteristik yaitu penyelesaiannya cepat, biaya lebih murah, dan putusannya bersifat final dan mengikat.  Selain itu, beberapa kelebihan memilih arbitrase antara lain, privasi, prosedur yang netral, proses yang bisa diprediksi, dan juga berbagai keahlian dari para arbiter.

Putusan arbitrase internasional, baik yang diputus oleh institusi maupun ad hoc, bersifat final dan mengikat, dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase internasional selain pelaksanaan dan eksekusi. Namun dalam prakteknya, seringkali pihak yang kalah melakukan segala upaya untuk menunda pelaksanaan putusan arbitrase internasional ataupun membatalkan atau mengesampingkan putusan tersebut.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan definisi putusan arbitrase internasional sebagai berikut:

Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.”

Adapun New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 tidak mendefinisikan secara jelas, namun dapat diambil kesimpulan yakni putusan arbitrase internasional dibuat di wilaya Negara selain Negara tempat pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase diminta. New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 telah diratifikasi oleh Indonesia sebagaimana telah disahkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1981 dan telah dibuat tata cara pelaksanaannya sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, halmana mengenai tata cara pelaksanaan juga dituangkan kembali dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Berdasarkan Pasal 65 jo. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat diakui serta dapat dilaksanakan di Indonesia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan ketentuan:

  1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;
  2. Putusan Arbitrase Internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;
  3. Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
  4. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
  5. Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Adapun Pasal 68 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Namun, apabila Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu Putusan Arbitrase Internasional dengan dasar ketertiban umum, maka dapat diajukan kasasi.

Sementara itu, New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 memberikan batasan lebih luas mengenai penolakan pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional yakni:

  1. Pengakuan dan penegakan putusan dapat ditolak, atas permintaan pihak yang dituntutnya, hanya jika pihak tersebut memberikan kepada otoritas yang kompeten di mana pengakuan dan penegakan diminta, membuktikan:
    • Para pihak dalam perjanjian di bawah hukum yang berlaku kepada mereka, di bawah ketidakmampuan atau perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum di mana para pihak telah menundukkannya atau, jika tidak ada indikasi di dalamnya, di bawah hukum negara tempat putusan diminta; atau
    • Pihak yang menentang pemberian putusan tidak diberi pemberitahuan yang layak tentang penunjukan arbiter atau proses arbitrase atau sebaliknya tidak dapat mengajukan kasusnya; atau
    • Putusan berisi hal-hal di luar cakupan penyerahan ke arbitrase atau berisi hal-hal yang seharusnya diputuskan; atau
    • Komposisi arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai kesepakatan pihak atau hukum negara tempat arbitrase berlangsung; atau
    • Putusan belum mengikat para pihak, atau telah dikesampingkan atau ditangguhkan oleh pemerintah yang kompeten dari negara di mana putusan dibuat atau berdasarkan hukum yang berlaku.
  1. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase juga dapat ditolak jika pemerintah yang kompeten di negara tempat pengakuan dan pelaksanaan diminta ditemukan bahwa:
    • Masalah pokok tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase berdasarkan hukum negara tersebut;
    • Pengakuan atau pelaksanaan putusan akan bertentangan dengan kebijakan publik negara itu.

Baca juga artikel Tahap pembuatan perjanjian internasional

 

DISCLAIMER:

Any information contained in this Article  is provided for informational purposes only and should not be construed as legal advice on any subject matter.  You should not act or refrain from acting on the basis of any content included in this Legal Update without seeking legal or other professional advice.  This document is copyright protected. No part of this document may be disclosed, distributed, reproduced or transmitted in any form or by any means, including photocopying and recording or stored in retrieval system of any nature without the prior written consent of SIP Law Firm.

Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.