Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar, dengan estimasi lebih dari 3.200 GigaWatt (GW). Namun, pemanfaatannya masih tergolong rendah, yakni dengan kapasitas baru mencapai sekitar 200 MegaWatt (MW). Pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Hal ini karena beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan kebutuhan energi yang signifikan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekaligus menurunkan emisi karbon, pemerintah terus mendorong pengembangan energi surya, mengingat posisi geografis Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dan memungkinkan penerimaan radiasi matahari yang tinggi sepanjang tahun. Kendati memiliki potensi luar biasa, implementasi PLTS di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi regulasi, perizinan, maupun kesiapan infrastruktur dan masyarakat.
Regulasi dan Dasar Hukum PLTS di Indonesia
Pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan PLTS di Indonesia didasarkan pada sejumlah regulasi yang mengatur pemanfaatan energi terbarukan secara umum, serta penggunaan tenaga surya secara khusus. Salah satu peraturan kunci yang menjadi dasar hukum bagi pengembangan PLTS adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”). Peraturan ini bertujuan untuk mendorong peningkatan bauran energi terbarukan dalam sistem ketenagalistrikan nasional, termasuk PLTS, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa:
“Sumber Energi Terbarukan merupakan sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik berupa panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.”
Selain itu, secara lebih spesifik, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (“Permen ESDM 2/2024”) juga menjadi landasan penting. Permen ini menggantikan regulasi sebelumnya dan menetapkan ketentuan teknis serta prosedur pemasangan PLTS atap bagi pelanggan PT PLN (Persero). Permen ESDM 2/2024 memberikan kejelasan tentang beberapa hal, di antaranya:
- Penghapusan batasan kapasitas PLTS Atap, memungkinkan pengguna untuk memasang sistem sesuai kebutuhan energi mereka.
- Penyesuaian kebijakan ekspor-impor listrik, memberikan fleksibilitas lebih bagi pemilik PLTS Atap.
- Penghapusan biaya kapasitas, sehingga teknologi ini menjadi lebih ekonomis.
- Penetapan kuota pengembangan, untuk memastikan pertumbuhan PLTS Atap yang terkendali.
Mekanisme Pengajuan Izin Pemasangan dan Pemanfaatan PLTS Atap
Untuk dapat menikmati manfaat dari PLTS Atap, calon pelanggan dapat melakukan pengajuan permohonan pemasangan dengan mengikuti mekanisme berikut:
- Pengajuan Permohonan Izin
Calon pelanggan yang ingin memasang PLTS Atap harus mengajukan permohonan kepada pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), yaitu PT PLN (Persero). Permohonan ini juga harus ditembuskan kepada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) serta Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.
Permohonan dapat dilakukan melalui:
- Aplikasi PLN Mobile;
- Unit Pelayanan Pelanggan (UP3) PLN terdekat
Proses pengajuan ini dibuka dua kali dalam setahun, yaitu setiap bulan Juli dan Januari, dengan durasi 30 hari.
- Persetujuan Perizinan dan Kuota PLTS
Setelah permohonan diajukan, PLN akan melakukan verifikasi berkas dalam waktu 7 hari. Hasil verifikasi akan menentukan apakah permohonan disetujui atau ditolak. Keputusan ini akan disampaikan kepada pemohon selambatnya 30 hari setelah periode permohonan berakhir. Persetujuan diberikan berdasarkan ketersediaan kuota PLTS Atap di wilayah pelanggan atau pun kesesuaian dokumen dan persyaratan teknis yang telah diajukan. Jika permohonan disetujui, pelanggan dapat melanjutkan ke tahap pemasangan.
- Pemasangan PLTS Atap
Setelah mendapatkan persetujuan, pelanggan harus melakukan pemasangan PLTS Atap melalui badan usaha pemasangan PLTS yang terdaftar. Daftar badan usaha yang memiliki izin dapat dilihat melalui situs Kementerian ESDM. Pemasangan harus memenuhi standar teknis dan keselamatan yang telah ditetapkan dalam Permen ESDM 2/2024
- Perjanjian dan Sertifikasi Laik Operasi (SLO)
Setelah pemasangan selesai, pelanggan dan PLN harus menandatangani perjanjian pemanfaatan PLTS Atap sesuai dengan ketentuan dalam Permen ESDM No. 2 Tahun 2024. Perjanjian ini mencakup:
- Ketentuan wajib Sertifikat Laik Operasi (SLO);
- Surat pernyataan tanggung jawab terhadap aspek lingkungan dan keselamatan dari pemilik instalasi.
SLO diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) dan prosesnya memakan waktu 1-2 bulan setelah inspeksi teknis dilakukan. Jika pelanggan tidak memiliki SLO dalam waktu 6 bulan setelah mendapatkan persetujuan IUPTL, atau tidak memiliki nomor ID registrasi dari Menteri ESDM dalam waktu 3 bulan, maka persetujuan akan dibatalkan dan pelanggan harus mengajukan permohonan kembali pada periode berikutnya.
- Penyambungan dan Pergantian KWH Meter
Setelah semua persyaratan terpenuhi, PLN akan melakukan penyambungan sistem PLTS Atap ke jaringan listrik. Selain itu, pelanggan akan mendapatkan Advanced Smart Meter, yang harus dipasang dalam waktu 15 hari setelah SLO diterbitkan.
Perkembangan dan Prospek Jangka Panjang PLTS di Indonesia
Meskipun kerap menghadapi tantangan regulasi dan administratif, tren pengembangan PLTS di Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 23% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025, dan PLTS menjadi salah satu pilar utama pencapaian target tersebut.
Indonesia memiliki target ambisius untuk pengembangan energi terbarukan, termasuk PLTS. Pemerintah telah menetapkan target 20,9 GW pembangkit listrik energi terbarukan pada tahun 2030. Selain itu, pada tahun 2060, Indonesia berencana memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga surya hingga 421 GW, yang akan mencapai hampir 60% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.
PLTS Atap merupakan segmen yang mengalami pertumbuhan pesat, terutama di sektor industri dan komersial. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hingga awal 2025, kapasitas terpasang PLTS atap telah mencapai 406,78 MW, yang tersebar di antara 10.437 pelanggan. Dukungan regulasi, pemberian insentif fiskal, peningkatan kesadaran lingkungan, kemudahan izin administratif, dan penurunan harga panel surya turut mendorong adopsi teknologi ini. Dengan begitu, diharapkan semakin banyak masyarakat yang beralih ke energi terbarukan dan mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.***
Daftar Hukum:
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (“Permen ESDM 2/2024”).
Referensi:
- Punya Potensi Pasar Besar, Penggiat PLTS di Indonesia Diminta Tak Keluar Gelanggang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (Diakses pada 30 Mei 2025 pukul 09.34 WIB)
- Peraturan Pemerintah ESDM No 2 Tahun 2024 Untuk PLTS Atap. Sunenergy. (Diakses pada 30 Mei 2025 pukul 11.40 WIB)
- PLTS Atap Kian Diminati, KESDM Siapkan Penambahan Kuota. Listrik Indonesia. (Diakses pada 30 Mei 2025 pukul 13.10 WIB)