Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, merek dagang telah berkembang menjadi aset strategis yang tidak hanya merepresentasikan identitas suatu produk atau jasa, tetapi juga mencerminkan nilai dan reputasi perusahaan. Salah satu strategi yang kian relevan bagi pemilik merek untuk memperluas jangkauan bisnis tanpa membangun infrastruktur baru adalah melalui mekanisme lisensi merek. Lisensi ini memungkinkan pemilik merek untuk memperluas penggunaan mereknya kepada pihak lain tanpa harus kehilangan hak atas kepemilikan merek itu sendiri. 

Pengertian dan Dasar Hukum Lisensi Merek Dagang

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan Merek terdaftar. Dengan kata lain, lisensi merek bukanlah pengalihan hak milik, melainkan pemberian hak pakai terhadap merek. Pemilik merek tetap memiliki kontrol terhadap penggunaan merek tersebut dan dapat mengatur ketentuan khusus dalam perjanjian lisensi, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”) bahwa:

“Pemilik Merek terdaftar dapat memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan Merek tersebut baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.”

Penting untuk dipahami bahwa pemberian lisensi tidak memindahkan kepemilikan merek, melainkan hanya memberikan hak penggunaan dalam batasan yang telah disepakati. Dalam praktiknya, lisensi merek dagang menjadi strategi komersial yang efektif untuk memperluas cakupan pasar tanpa harus melakukan ekspansi fisik secara langsung. 

Prosedur dan Kewajiban Pencatatan Lisensi Merek

Lisensi Merek pada dasarnya berlaku secara nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali apabila dalam perjanjian secara tegas disepakati ruang lingkup wilayah yang berbeda. Perjanjian lisensi ini wajib dicatatkan oleh Menteri Hukum dan Asasi Manusia (Menteri) agar memiliki kekuatan hukum terhadap pihak ketiga. Jika tidak dicatatkan, perjanjian tersebut tidak berakibat hukum terhadap pihak di luar perjanjian. 

Setelah diajukan, perjanjian tersebut akan dicatat secara resmi oleh Menteri dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Apabila pencatatan tidak dilakukan, maka perjanjian lisensi tersebut tidak memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga, artinya tidak dapat digunakan untuk menuntut atau membela hak di hadapan pihak luar. 

Selain itu, Pasal 42 ayat (6) UU MIG juga memberikan batasan penting, yakni, “Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi.” Larangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa mekanisme lisensi tetap mendukung kepentingan nasional dan tidak digunakan sebagai alat dominasi atau kontrol yang merugikan kedaulatan teknologi negara.

Meski pemilik Merek terdaftar telah memberikan lisensi pihak lain, tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain, seperti yang telah diatur dalam Pasal 43 UU MIG. Pemberian lisensi tidak berarti pemilik merek melepaskan hak eksklusifnya, akan tetapi lisensi hanya memberikan hak penggunaan terbatas kepada pihak penerima lisensi sesuai isi perjanjian. Hal ini penting untuk dipahami karena dalam banyak kasus, pemilik merek masih bisa memberikan lisensi serupa kepada pihak lain (multi-lisensi) atau bahkan menggunakannya sendiri secara paralel, kecuali jika dalam perjanjian terdapat ketentuan eksklusivitas.

Selain itu, pemilik merek juga tetap bertanggung jawab menjaga reputasi dan kualitas produk atau jasa yang terkait dengan mereknya, karena setiap penyalahgunaan atau penurunan mutu oleh pihak penerima lisensi bisa berdampak negatif terhadap nilai merek secara keseluruhan. Oleh karena itu, banyak perjanjian lisensi mencantumkan pengaturan mengenai pengawasan mutu (quality control) oleh pemilik merek untuk memastikan merek digunakan sesuai standar yang diinginkan. Adapun prosedur pencatatan lisensi merek dilakukan dengan cara:

  1. Pembuatan perjanjian lisensi tertulis yang memuat klausul pokok seperti identitas pihak, jangka waktu, wilayah penggunaan, jenis barang/jasa, serta bentuk kompensasi;
  2. Pengajuan permohonan pencatatan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui laman merek.dgip.go.id 
  3. Melampirkan dokumen perjanjian lisensi dan dokumen administrasi;
  4. Penerbitan Berita Resmi Merek. 

Manfaat dan Risiko Lisensi Merek bagi Pelaku Usaha

Bagi pemilik merek (pemberi lisensi), lisensi merupakan cara efektif untuk memperluas jangkauan pasar tanpa harus melakukan ekspansi fisik atau investasi besar. Melalui lisensi, pemilik merek dapat memperoleh pendapatan pasif berupa royalti, menjaga eksistensi merek di berbagai wilayah, serta memperkuat posisi merek di pasar melalui kolaborasi dengan mitra lokal. 

Sementara itu, bagi penerima lisensi, keuntungan utamanya adalah dapat menjalankan usaha dengan menggunakan merek yang sudah dikenal dan memiliki reputasi baik, sehingga mengurangi risiko kegagalan pasar dan mempercepat penetrasi bisnis. Lisensi juga memungkinkan pelaku usaha baru untuk mengakses sistem bisnis yang telah terbukti, termasuk standar operasional, pemasaran, dan dukungan teknis dari pemilik merek.

Namun demikian, lisensi merek juga memiliki risiko yang tidak bisa diabaikan. Bagi pemilik merek, risiko utamanya adalah potensi penurunan reputasi apabila penerima lisensi tidak menjaga kualitas produk atau jasa sesuai standar yang ditetapkan. Hal ini dapat merusak citra merek secara keseluruhan. Selain itu, jika perjanjian lisensi tidak dirancang dengan cermat, pemilik merek bisa kehilangan kendali atas penggunaan mereknya di wilayah tertentu. 

Di sisi lain, penerima lisensi menghadapi risiko hukum apabila perjanjian tidak dicatatkan secara resmi, karena penggunaan merek tanpa pencatatan dapat dianggap tidak sah dan tidak memiliki perlindungan hukum terhadap pihak ketiga. Risiko lainnya termasuk ketergantungan terhadap pemilik merek, keterbatasan inovasi, serta potensi konflik apabila terjadi ketidaksepakatan dalam pelaksanaan perjanjian.

Lisensi merek dagang adalah strategi legal untuk memperluas penggunaan merek oleh pihak lain tanpa melepaskan hak kepemilikannya. Bagi pelaku usaha, lisensi menawarkan peluang ekspansi dan pendapatan pasif, tetapi juga membawa risiko seperti penurunan reputasi jika tidak diawasi. Dengan pengaturan yang cermat, lisensi dapat menjadi alat kemitraan yang menguntungkan dan berkelanjutan.***

Daftar Hukum:

Referensi: