Kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) hingga kini masih menjadi mimpi buruk bagi para pelaku usaha di Indonesia. Cukup dengan dua kreditor dan satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, tanpa adanya syarat minimal jumlah utang, suatu pihak sudah dapat dipailitkan.

Belum lagi adanya hak bagi kreditor yang bisa mengajukan permohonan PKPU terhadap debitornya juga masih menjadi polemik hingga kini. Mengingat bagaimana mungkin kreditor mengetahui ketidakmampuan debitor untuk membayar kewajibannya kepada para kreditor. Sebelum berlakunya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, hanya debitor yang bisa mengajukan permohonan PKPU. Adapun kreditor sendiri, khususnya kreditor separatis selaku pemegang jaminan, haknya sudah dicover dan dijamin apabila debitor wanprestasi. Namun dalam realitasnya cukup banyak juga kreditor separatis yang mengambil langkah PKPU terhadap debitornya.

Persyaratan yang sederhana, serta tidak adanya batasan jumlah tagihan bagi kreditor untuk mengajukan permohonan PKPU atau kepailitan, menjadi hal yang rawan disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu guna mematikan lawan-lawan bisnisnya.

Dalam diskusi yang digelar oleh SIP Corp (PT Sukses Indah Prima) dengan tema “Solusi Penyelesaian Utang Melalui Mekanisme Kepailitan & PKPU” di Jakarta, Rabu (31/7), Anti Gantira Nathin, S.E. selaku CEO Margahayuland Development menyatakan bahwa mekanisme kepailitan dan PKPU memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam iklim usaha di Indonesia.

“Apa yang pengusaha butuhkan dalam kondisi perekenomian saat ini, salah satunya adalah produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha, guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional,” ujar Anti Gantira.

Anti juga berpendapat bahwa mekanisme PKPU lebih tepat jika hanya dimanfaatkan oleh debitor guna menyelesaikan kesulitan finansialnya. Melalui mekanisme PKPU, debitor diberi kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonomisnya dan menghasilkan laba.

“PKPU dapat menjaga agar jangan sampai debitor yang sedang dalam keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit malah dibuat menjadi pailit, sedangkan jika diberi waktu dan kesempatan besar harapan debitor bisa membayar lunas utangnya,” ungkap Anti Gantira.

Salah satu narasumber, Sugeng Riyono, S.H., M.Hum. yang pernah bertugas sebagai Hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menegaskan bahwa PKPU merupakan upaya terakhir yang paling efektif bagi debitor untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya. Bagi debitor yang memiliki banyak kreditor, penyelesaian melalui kesepakatan restrukturisasi utang tentu akan sulit dilakukan.

“Kalau debitor tidak bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri utangnya melalui perdamaian biasa, karena kreditor lain tidak terikat, yang terikat adalah siapa yang menandatangani perjanian damai itu. Tapi berbeda jika melalui PKPU, karena di sini ada Pengurus dan Hakim Pengawas, serta semua kreditor akan diundang untuk menyepakati proposal perdamaian. Ini yang saya maksud efektif dalam PKPU,”  tegas Sugeng Riyono yang saat ini menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Sugeng juga menerangkan kelebihan dari mekanisme PKPU, bahwa debitor selaku pelaku usaha secara langsung didampingi oleh Pengurus dan Hakim Pengawas dalam melakukan rapat dengan para kreditornya.

“Dalam proses PKPU ada kepastian hukum untuk debitor dan dari sisi ekonomis, bisnis debitor tetap bisa berjalan dan didampingi oleh Pengurus,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal AKPI (Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia), Imran Nating, S.H., M.H. juga sependapat jika PKPU saat ini menjadi instrumen terbaik bagi debitor untuk menyelesaikan masalah utangnya dan menghindari kepailitan.

“Hanya 3 hari sejak debitor mendaftarkan permohonan PKPU, Pengadilan Niaga harus mengabulkan PKPU Sementara dan menunjuk seorang Hakim Pengawas dan mengangkat Pengurus,” ungkap Imran.

Menurut Sekjend AKPI ini yang juga seorang advokat, semenjak dinyatakan dalam PKPU, debitor seharusnya memanfaatkan keadaan ini untuk bernegosiasi dengan para kreditornya agar menyepakati proposal perdamaian. Mekanisme PKPU bisa benar-benar menjadi solusi untuk penyelesaian utang-utang debitor. Walaupun demikian, Imran juga mengingatkan kepada pelaku usaha yang berkedudukan sebagai debitor untuk tidak menyia-nyiakan mekanisme ini.

“Sekali saja debitor gagal melaksanakan yang sudah dijanjikan dalam Proposal Perdamaian, dan ada kreditor yang memohonkan pembatalan perdamaian, dikasi waktu 30 hari, jika gagal maka beriktnya debitor dinyatakan pailit, maka debitor jangan main-main,” tungkasnya.

Sebagai penutup, Tri Hartanto, S.H., M.Kn. selaku Direktur SIP Corp menyimpulkan bahwa, ketentuan instrumen kepailitan & PKPU sejatinya harus dilihat sebagai solusi penyelesaian masalah utang-piutang, sehingga tidak lagi menjadi mimpi buruk bagi para pelaku usaha. Ini yang perlu kita upayakan bersama untuk merubah cara pandang para pihak terkait dalam memanfaatkan mekanisme ini secara baik dan efektif.

Bagi kreditor beritikad baik tentunya mekanisme kepailitan maupun PKPU menjadi instrumen hukum untuk memastikan piutangnya bisa dilunasi oleh debitornya. Sementara bagi debitor beritikad baik, sebagai upaya untuk restrukturisasi utang-utangnya kepada kreditor.

PT Sukses Indah Prima selaku penyelenggara acara merupakan perusahaan penyedia jasa MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) yang memberikan kemudahan bagi kliennya dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan wisata konvensi. Perusahaan ini menjadi salah satu solusi bisnis berbagai instansi dalam mengadakan pertemuan hingga pameran.