Oleh: R. Yudha Triarianto Wasono, S.H., M.H.

 

Perkembangan teknologi dan sistem informasi yang terus melahirkan berbagai inovasi dalam bidang finansial memang terbukti membawa manfaat bagi masyarakat, baik selaku konsumen maupun pelaku usaha. Sedangkan dari sisi Permerintah, kemunculan fintech ikut mendorong pertumbuhan perekonomian nasional serta mendukung program inklusi dan literasi keuangan yang tengah digalakkan sejak beberapa tahun lalu.

Baru-baru ini Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan (POJK 13). Sebelumnya Bank Indonesia (BI) juga telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI 19).

Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknlogi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran (Pasal 1 angka 1 PBI 19).

Baik POJK 13 maupun PBI 19 telah mengatur mengenai Regulatory Sandbox atau program uji coba bagi para penyelenggara layanan fintech. Bahkan BI mengatur lebih dalam dengan menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No. 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial (PADG 19).

Dalam Pasal 1 angka (4) PBI 19, Regulatory Sandbox adalah suatu ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji Penyelenggara Teknologi Finansial beserta produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya. Sedangkan dalam Pasal 1 angka (4) POJK 13, Regulatory Sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola Penyelenggara. Tujuan dari ruang uji coba ini tidak lain untuk memastikan layanan fintech yang diberikan aman bagi masyarakat.

Perbedaan kewenangan di antara keduanya berada pada lingkup pengawasannya. BI berwewenang melakukan uji coba pada lingkup sistem pembayaran, sedangkan OJK pada lingkup layanan jasa keuangan seperti crowdfunding dan peer to peer lending yang semuanya berbasis fintech.

Melalui POJK 13, setiap penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) baik perusahaan startup maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan. Pertama, tahap pencatatan kepada OJK untuk perusahaan startup/non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB). Kedua, Proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan. Ketiga, setelah lolos melalui proses Regulatory Sandbox dengan status “direkomendasikan”, dapat dilanjutkan dengan pendaftaran/perizinan kepada OJK. Dalam proses Regulatory Sandbox, perusahaan fintech terdaftar wajib menyampaikan laporan kinerja berkala secara triwulanan kepada OJK.

Sedikit lebih cepat, masa uji coba dalam Regulatory Sandbox yang dilakukan Bank Indonesia adalah selama 6 bulan dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 6 bulan. Dalam PADG 19, pihak Penyelenggara diharuskan untuk melakukan presentasi kepada BI mengenai model bisnis dan manajemen risiko beserta dokumen lengkap.

Baik PADG 19 maupun POJK 13 mengatur persyaratan perlindungan konsumen. Selama masa uji coba dalam Regulatory Sandbox, penyelenggara fintech berkewajiban memastikan diterapkannya prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian yang memadai (Pasal 13 PADG 19), termasuk dalam melindungi data, informasi, serta dana konsumen.

Sedangkan dalam POJK 13 Penyelenggara diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, serta data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan. Media dan metode yang dipergunakan dalam memperoleh data dan informasi juga harus terjamin kerahasiaan, keamanan, serta keutuhannya. Adapun jika ingin memanfaatkan data dan informasi pengguna, penyelenggara harus memperoleh persetujuan dari pengguna. Penyelenggara juga harus menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna, termasuk jika ada perubahan tujuan pemanfaatan hal tersebut.

Bagi fintech yang telah mendapat status “direkomendasikan” untuk melakukan pendaftaran pada OJK, diwajibkan untuk menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri. Pemantauan ini mencakup laporan self assessment, pemantauan on-site, dan/atau metode pemantauan lainnya.

Hingga Februari 2019, OJK telah merilis daftar 99 perusahaan fintech peer to peer lending yang telah terdaftar dan berizin OJK. Namun Satgas Waspada Investasi OJK jauh lebih banyak menghentikan kegiatan 231 perusahaan fintech peer to peer lending yang illegal atau tidak terdaftar dan tidak berizin dari OJK[1].

Berbeda dengan OJK, fintech yang melakukan pendaftaran di BI sudah ada 54 perusahaan, namun baru 1 perusahaan fintech yang dinyatakan berhasil melalui uji coba dalam Regulatory Sandbox[2]. Melihat data ini, kita dapat berasumsi bahwa proses masa uji coba dalam Regulatory Sandbox yang dilakukan BI lebih ketat sehingga belum banyak fintech yang lulus melewatinya.

Walaupun reguliasi tentang ruang uji coba Regulatory Sandbox ini sudah ada, namun tidak serta merta dapat menghentikan munculnya berbagai aplikasi fintech yang dapat dengan mudah tampil di play store pada smart phone masyarakat. Proses upload aplikasi yang realtif mudah pada play store menjadi pekerjaan rumah bagi BI maupun OJK dalam memantau fintech yang menyediakan layanan keuangan. Masyarakat juga diharapkan dapat selalu waspada terhadap iklan layanan fintech dengan terlebih dahulu mengecek apakah perusahaan yang menawarkan jasa tersebut sudah terdaftar di OJK atau BI.

 

 

Dasar Hukum:

  • Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan
  • Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
  • Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial

[1] Sumber: siaran pers OJK SP-01/II/SWI/2019

[2] Sumber: https://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/fintech/Pengumuman-Penyelenggara/Contents/default.aspx , diakses pada 01 Maret 2019.

 

DISCLAIMER:

Any information contained in this Article  is provided for informational purposes only and should not be construed as legal advice on any subject matter.  You should not act or refrain from acting on the basis of any content included in this Legal Update without seeking legal or other professional advice.  This document is copyright protected. No part of this document may be disclosed, distributed, reproduced or transmitted in any form or by any means, including photocopying and recording or stored in retrieval system of any nature without the prior written consent of SIP Law Firm.

Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.