Awal tahun 2019 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis peraturan equity crowdfunding yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 30/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknomogi Informasi (Equity Crowdfunding). Hal ini didorong oleh perkembangan jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang semakin massif penggunaannya sebagai alternative pembiayaan usaha saat ini.

Dengan terbitnya aturan ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi para pihak yang terlibat dalam industri ini. Kemudian, aturan ini diharapkan dapat mengembangkan industri equity crowdfunding sebagai pembiayaan alternatif bagi usaha sekaligus media investasi bagi masyarakat yang berdampak positif terhadap perekonomian nasional.

Equity crowdfunding adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka. Singkatnya, praktik bisnis ini sama dengan saat perusahaan sedang mencari pendanaan publik melalui penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Aturan ini mengatur jangka waktu penawaran saham yang dilakukan penerbit paling lama 12 bulan. Kemudian, total dana yang dihimpun melalui penawaran saham paling banyak Rp 10 miliar.

 

Beleid ini juga membagi pelaku yang terlibat dalam kegiatan bisnis equity crowdfunding menjadi tiga pihak yaitu penyelenggara, penerbit saham dan pemodal. Terdapat ketentuan khusus yang harus dipenuhi para pihak tersebut dapat terlibat dalam kegiatan layanan urun dana ini.

 

Bagi penyelenggara atau perusahaan fintech equity crowdfunding harus memiliki izin dari OJK. Penyelenggara harus berbadan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Penyelenggara juga harus memiliki modal disetor paling sedikit Rp2,5 miliar saat mengajukan permohonan perizinan.

 

Dari sisi penerbit, aturan ini mengharuskan penerbit berbentuk perseroan terbatas (PT). Penerbit bukan perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh suatu kelompok usaha atau konglomerasi. Kemudian, penerbit juga bukan perusahaan terbuka atau anak perusahaan terbuka dengan kekayaan lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan. Penerbit wajib mencatatkan kepemilikan saham pemodal dalam daftar pemegang saham.

 

Sementara itu, kriteria pemodal dalam aturan ini mewajibkan berpenghasilan sampai dengan Rp 500 juta per tahun dan dapat membeli saham sebesar 5% dari penghasilan per tahun. Sedangkan, setiap pemodal dengan penghasilan lebih dari Rp 500 juta per tahun dapat membeli saham paling banyak sebesar 10% dari penghasilan per tahun. Pemodal juga wajib memiliki badan hukum dan mempunyai pengalaman berinvestasi di pasar modal yang dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek paling sedikit 2 tahun sebelum penawaran saham.

 

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c419564c1026/respons-pelaku-usaha-terhadap-aturan-baru-equity-crowdfunding

https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-resmi-keluarkan-aturan-crowdfunding-ini-isinya